Pohon senyuman Nisa
“Selamat Membaca”
Pohon Senyuman Nisa
Tetes hujan membasahi jalanan, sebuah mobil putih melaju kencang bagaikan rusa yang menemukan mangsanya. Di dalam mobil yang kacanya hitam pekat bila dilihat dari luar, terlihat seorang gadis yang duduk dengan muka yang tidak senang akan adanya perjalanan ini.
“Sayang, coba lihat di luar pemandanganya indah loh” seorang wanita cantik menyapa gadis kecil itu. Tapi tetap saja, gadis itu tak bergeming dengan tawaran yang datang ia masih asik dengan mainan yang ada ditangannya.
Sang ayah pun coba membujuk “ Nanti tempat yang akan kita tinggali bagus, disana banyak gunung, sawah, ruby pasti suka.” Namun tetap saja sang anak tidak merespon obrolan, akhirnya mobil terus melaju dengan kesunyian.
Hingga mobil memasuki gang sempit dengan jalan bebatuan tanpa aspal. Terlihat rumah penduduk dari awal masuk gapura yang bertuliskan “selamat datang di desa Sukacita”. Melihat tulisan di gapura, sang gadis kecil bergerak menoleh ke arah luar kaca mobil tanpa semangat. Masih teringat dibenaknya, kejadian satu minggu yang lalu sebelum ia berada dalam mobil ini.
Pada hari dimana ayah pulang dari kantornya, ayah memanggilku “ruby, ruby kamu dimana?” teriak ayah memanggilku. “ya, ayah aku disini” sambil berlari kepelukan ayah. “oh anak ayah yang semakin berat dan semakin cantik mirip ibumu, sedang apa kamu sayang? Ada kejutan buat kamu.” Sambil menurunkan aku dari gendongan ayah, ayah mengajakku duduk di bangku. Saat ku lihat raut muka ayah berubah serius, ibu pun ikut duduk diantara kami berdua dengan tersenyum manis kepadaku dan membelai-belai rambut panjangku.
Tanpa memperhatikan keanehan itu semua, akupun dengan antusias bertanya “apa kejutan itu ayah, ruby mau tau?” tanyaku penasaran. Kulihat ayah menghembuskan nafas yang dalam, dan ibu terlihat menahan nafas. “Ruby sayang, minggu depan kita akan pindah ke desa. Ayah membuka usaha baru disana” jawab ayah perlahan. “apa? Pindah” jawabku terbata-bata. “iya sayang, disana tempatnya asik kok sayang. Ruby pasti suka tinggal disana, ibu ikut menyakinkanku”. “nggak mau, ruby nggak mau pindah dari sini” teriaku sambil menahan air mata yang hampir jatuh.
“Ruby” ayah coba menenangkanku. “ayah ruby nggak mau, jawabku dan berlalu meninggalkan kedua orang tuaku. Terlihat jelas raut kekecewaan di wajah ayah dan ibu.
“Ruby”, sebuah suara membuyarkan lamunanku. Dan ternyata mobil ayah telah berhenti di depan sebuah rumah bercat pink. “ayo turun sayang, kita sudah sampai” ajak ibu kepadaku. Dengan setengah hati akupun turun dari mobil sambil melihat sekitar. “Bagaimana sayang, baguskan tempatnya?” tanya ayah. “Coba kamu lihat sekitar sini, pemandangannya bagus dan udaranya segar” celoteh ayah. Lagi-lagi aku tak memperdulikan ayah, segera saja aku masuk ke dalam rumah. Terlihat seorang gadis kecil yang kira-kira seumuran denganku melihat dari jendela yang berada di samping rumahku. Aku tak peduli akan hal itu, aku lelah dan ingin beristirahat. Ibu dan ayah memahami akan kesedihan hatiku mereka hanya diam.
Setelah hampir dua minggu aku pindah kerumah baru, masih saja aku merasa sedih. Hingga suatu siang, Ibu berteriak memangilku “ruby, kesini sebentar ada yang datang mencari”. “ iya ruby kesana bu”, jawabku dengan malas. Aku pun keluar kamar dan menemui orang yang mencariku. Ingin rasanya aku marah-marah kepada orang yang telah mengangguku, namun akal sehatku berbicara sungguh tidak sopan bil itu terjadi.
Setelah kulihat di teras ibu sedang berbicara dengan gadis manis yang kulihat di hari pertama aku pindah kesini. Dengan muka heran dan bingung aku menghampiri ibu dan gadis itu. “ada apa ya bu, siapa yang cari ruby?”. Ibuku menoleh dan tersenyum “ ini loh sayang, nisa tetangga samping rumah kita, dia seumuran dengan kamu siapa tau kalian bisa menjadi teman baik” panjang lebar ibu menjelaskan dan kulihat yang disebut nisa itu tersenyum lebar sambil menjulurkan tangannya. “kamu Ruby ya, aku nisa. Aku sering dengar ceritamu dari tante lily senang bertemu danganmu” celoteh gadis yang bernama nisa.
Semenjak hari itu, aku sering bermain bersama nisa. Setiap sore sepulang aku dari sekolah, nisa selalu datang kerumahku. Bermain bersama, belajar bersama, nisa mengajarkan cara memerah susu, bercocok tanam dan banyak hal-hal yang tak pernahku dapatkan di kota ku pelajari dari nisa. Semakin hari tanpa ku sadari aku semakin menyukai desa ini, seperti aku menyukai Nisa si gadis mungil yang selalu tersenyum kepada siapapun dan kapanpun.
Hingga suatu hari, nisa tak kunjung datang kerumahku semenjak aku pergi satu minggu lalu karena ada acara sekolah. Nisa, tak berkunjung ke rumahku. Sepulang dari sekolah aku bertanya dengan ibu, “bu, nisa datang nggak?”. “nggak sayang, kenapa? Kalian sedang tidak lagi bertengkarkan?” tanya ibu. “Nggak kok bu, Nisa kenapa ya bu. Sudah beberapa hari ini nggak kerumah, dan nggak ada kabarnya?” tanyaku pada ibu. “kenapa, ruby nggak coba datang kerumah Nisa aja. Siapa tau disana ruby bisa mendapatkan informasi tentang nisa”. “oh iya yah, makasih ibu” sambil memeluk ibuku dan ibu tersenyum “ya, ruby sayang”.
Selesai berganti pakaian akupun bergegas ke rumah nisa. Namun disana tak kutemui nisa, rumah tampak sepi tak ada orang. Kecewa sekali rasanya, ketika aku akan berbalik meninggalkan rumah tiba-tiba ada suara yang memanggilku. “Nak ruby ya?” sapa seorang lelaki yang sudah tua. Akupun menoleh dan menjawab “iya, bapak siapa ya? Kok tau nama saya?” tanyaku curiga. Bapak tua itupun tertawa setelah mendengar pertanyaanku, “nama bapak pak selamet, bapak kenal nak ruby dari nak Nisa” jawab bapak dengan ramah.
“ohh, pak apakah bapak tau tentang nisa. Nisa sekarang dimana? Aku sudah mencarinya beberapa hari ini tapi tak menemukannya juga” tanyaku. Dan kulihat muka sang bapak agak pucat mendengar pertanyaanku, dengan terbata-bata bapak menjawaba “hmm neng Ni.. ni..sanya ada kok, dia baik-baik saja”. Melihat tingakah bapak, akupun sedikit curuga namun tak kuhiraukan aku pun bertanya kembali “dimana Nisa sekarang pak?”. Sang bapak pun bingung mau menjawab apa, “ada apa pak, apakah terjadi sesuatu dengan Nisa?”. Kudengar helaan nafas yang berat dari bapak, sambil mengajakku duduk di kursi bawa pohon bapak berkata “begini nak ruby, jangan shok mendengar kabar ini”. Mendengar kata-kata bapak, firasat burukpun datang tapi aku tepis jauh-jauh.
“ya pak, silakan lanjutkan” jawabku penasaran. “nak Nisa baik-baik saja, mungkin sangat baik di tempatnya sekarang. Dia meminta maaf karena tak sempat pamit dengan nak Ruby” kata pak tua itu perlahan. “maksud bapak apa?” aku belum mengerti dengan perkataan bapak tua ini. Dengan berat hati dan menahan nafas sebentar bapak tua itu menjawab “tepat satu minggu yang lalu, nisa sudah tak disini lagi. Dia telah meninggalkan kita semua, dia telah kembali ke sang pencipta”. Mendengar itu aku pun tak bisa berkata apa-apa lagi, aku hanya diam tanpa suara dan tanpa terasa air mata ini telah membasahi pipiku, bagaikan tersengat petir.
Masih setengah tak percaya, “bapak jangan suka bercanda” jawabku “mana mungkin, Nisa baik-baik saja dia kelihatan sehat tak terlihat sedang sakit”. Dengan perih bapak menjawab “Cuma nak Ruby yang tidak mengetahui bahwa nak nisa sedang sakit, seluruh desa tau bahwa Nisa sedang sakit parah”. Bapak terus bercerita dan aku hanya bisa terdiam mendengar semua cerita bapak. Ternyata banyak sekali yang tak kutehaui tentang Nisa sahabat mungilku, tetapi dia mengetahui semua tentangku. Mata ini terasa sangat panas, Nisa si gadis yang selalu tersenyum dimanapun dan kapanpun ternyata dibalik senyumannya menahan rasa sakit atas penyakitnya.
“ini Nak nisa menitipkan kepada bapak untuk nak Ruby”. Bapak memberikan sepucuk surat beramplopkan warna biru. Tertulis di depan amplop itu ‘ Dear Ruby sayang’ air mataku jatuh dengan derasnya. Aku tak peduli akan pandangan orang yang menoleh melihatku, ku buka amplop itu dan mulai membaca surat yang bertuliskan tangan sahabatku.
Dear Ruby yang Bawel
Ketika engkau membaca surat yang kubuat ini mungkin aku tak lagi bisa berada disisimu tapi aku bisa terus berada di sekitarmu yaitu hatimu. Ruby sayang janganlah engkau bersedih lagi, karena ketika engkau bersedih maka mukamu akan terlihat sangat jelek hehe. Wahai cahaya hatiku, terima kasih telah datang ke desa ini dan membuat hari-hariku penuh makna. Ruby aku sangat bersyukur bisa mengenalmu sebagai sahabat yang selalu ada setiap waktu untuk menemaniku disaat kesepian.
Ruby taukah kamu, setiap aku merasa sakit akan penyakitku maka karena orang-orag sekitarku lah yang membuatku bertahan dan menahan rasa sakit ini. Ruby, tetaplah bersinar dan memancarkan kemilaumu. Seperti arti dari namamu, batu hitam yang berkilau.
Ruby sahabatku, jagalah desa ini. Dan sebarkan benih cinta di desa ini, maafkan aku yang tak bisa mendampingimu. Percayalah ruby, aku tetap akan tumbuh dalam angin, hujan, panasnya matahari. Untuk desa kita tercinta, bukan desa yang memberikan arti kehidupan tapi kita lah yang meberikan arti bagi kehidupan desa. Tersenyumlah dalam keadaan apapun, tuhan lindungi sahabatku dalam bahagiamu agar ia bisa menyongsong kehidupan indah ini.
Salam hangat untuk saudaraku
Nisa
Kututup surat itu, tangisku pecah dalam kepiluan. Aku membiarkan tangisku untuk hari ini saja, ketika matahari esok muncul aku berjanji kepadamu nisa dan diriku sendiri. Aku tak akan menjadi gadis kecil seperti dahulu lagi. Aku akan tersenyum seperti permintaanmu, nisa taukah kamu ini adalah air mata rindu, senang, bahagia memiliki sahabat sepertimu, kehilangan, bangga, dan bersalah. Nisa air mataku tak kan pernahku sia-siak kan lagi. Aku akan menjaga desa ini, itu janjiku. Sambil tersnyum kulihat langit biru diatas, seakan tersenyum memandangku.
Beberapa tahun kemudian
Terlihat sosok gadis tinggi nan manis, sedang menjelaskan kepada rombongan turis. Senyum manis yang terlihat dari muka sang gadis, walaupun keringat bercucuran. “Anak kecil yang berlari-lari berangkat sekolah, ibu bapak yang mendorong sepeda dan mengiring kerbau kesawah, inilah suasana pagi yang cukup ramai di desa kami ucap sang tour guide menjelaskan.”
“Mbak ruby, panggil salah seorang pengunjung”. “pohon apa itu? Terlihat sangat menarik pohon itu”. Sambil melihat dan tersenyum lebar ruby menjelaskan “itu pohon persahabatan, air mata dan cinta”.
Ditanam dengan berlinangan air mata, dan penuh rasa cinta untuk sahabat tersayang. Pohon itu bernama senyuman Nisa.
Mita Octarini